1. Ka'Bah
Neil Amstrong telah membuktikan
bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti
melalui sebuah penelitian Ilmiah. Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya
melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, di
berkata : "Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa
yang menggantungnya ?". Para astronot telah
menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi
mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website
tersebut raib yang sepertinya ada asalan tersembunyi dibalik penghapusan
website tersebut.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut,
ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari
Ka'Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak
berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars,
radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa
radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di planet
Bumi dengan Ka'bah di alam akhirat. Di tengah-tengah
antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama Zero
Magnetism Area, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area
tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena
daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub. Itulah sebabnya jika
seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan
tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah
ketika kita mengelilingi Ka'Bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang
oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara
ilmiah. Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu
tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air.
Di sebuah musium di negara
Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka'Bah ) dan pihak
musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari
sistem tata surya kita. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, "Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu,
dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi
al-Hajj [877] ) Sepenggal Kisah Tentang Ka'bah Allah
SWT berfirman: Dan ingatlah ketika Nabi Ibrahim meninggikan (membina)
dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdoa : Ya Tuhan kami terimalah
daripada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS. al-Baqarah : 127). Sepintas lalu bahwa ayat di atas mengatakan
bahwa Nabi Ibrahim adalah orang yang pertama membangun Ka'bah di permukaan
bumi ini, seperti dipahami oleh sebagian kaum muslimin. Padahal bila dicermati,
sebelum Nabi Ibrahim menginjakkan kakinya ke tanah Makkah sudah ada bangunan
Ka'bah yang telah dibangun oleh malaikat dan generasi sebelum Nabi Ibrahim
as.
Hal itu dapat dipahami dari kata "Yarfa"
meninggikan berarti meninggikan bangunan yang sudah ada. Para ahli
sejarah mengatakan, setidaknya ada dua belas generasi yang ikut berjasa dalam
membangun Ka’bah yang ada sampai saat sekarang ini. Generasi pertama adalah
generasi Malaikat. 2000 tahun sebelum Nabi Adam diciptakan Malaikat sudah
membangun Ka'bah di bumi ini atas perintah Allah. Di dalam Alquran dijelaskan
bahwa ketika Allah hendak menciptakan Nabi Adam as, Allah berfirman kepada
malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi, lalu para
malaikat bertanya : Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi ini
? orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. (QS.
al-Baqarah : 30). Ketika itu Allah menjawab: Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui. (QS. al-Baqarah: 30).
Para ahli sejarah dan ahli
Tafsir mengatakan bahwa para malaikat merasa cemas bila diciptakan manusia di
permukaan bumi, mereka akan berbuat kerusakan dan menodai bumi dengan
pertengkaran dan pertumpahan darah, melihat pada tipe jin yang sudah lebih dulu
diciptakan dari Nabi Adam as. yang karakternya tidak jauh berbeda dengan
karakter manusia yang notabenenya mempunyai hawa nafsu. Kekhawatiran para
malaikat itu wajar saja terjadi karena mereka diciptakan untuk taat dan patuh
kepada Allah Swt. tidak mendurhakainya sesuai dengan asal ciptaannya dari
cahaya dan tidak mempunyai hawa nafsu, kekhawatiran dan pertanyaan para
malaikat tersebut tidak dapat ditafsirkan sebagai kedurhakaan malaikat kepada
Allah sebagaimana diduga oleh sebahagian kaum orientalis. Kecemasan malaikat
tersebut kandas ketika Allah SWT menjawab: Aku lebih tau terhadap apa yang
tidak kamu ketahui.
Karena takut akan murka Allah, para malaikat tidak bertanya
lagi siapa yang layak dijadikan khalifah di bumi, manusia atau malaikat, maka
para malaikat segera mohon ampun dan ridha Allah SWT karena Arasy Allah cukup
besar, maka dengan Rahman dan Rahim Allah SWT, Dia membangun Baitul Makmur di
bawah Arasy untuk tempat mereka mengerjakan thawaf, dan lebih meringankan dan
memudahkan mereka setiap hari. Para malaikat mengerjakan thawaf silih berganti
siang dan malam sehingga tidak kurang dari 7000 malaikat yang mengelilingi
Baitul Makmur setiap harinya, bahkan menurut riwayat ada di antara malaikat
yang hanya dapat tawaf sekali saja, dan tidak dapat lagi mengelilingi thawafnya
karena sesaknya Baitul Makmur yang dibangun oleh Allah dari Zabrajad yang
bertahtakan Yakut berwarna merah itu (Akhbar Makkah Muhammad Al Arzaqi (1988:
32). Maka dengan Rahman dan Rahim Allah SWT diperintahkan kepada malaikat untuk
membangun Ka'bah di bumi yang persis seperti Baitul Makmur di bawah Arasy,
besar dan ukurannya sama, posisinya setentang dengan Ka'bah di bumi,
andaikata dijatuhkan sebuah batu dari Baitul Makmur ke Ka'bah akan sampai ke
tengah-tengah Ka'bah. Riwayat menceritakan bahwa Ka'bah pada masa itu
terletak di atas buih yang keras, yaitu benda pertama yang muncul di bumi ini,
Maha Benarlah Allah SWT yang telah berfirman: Sesungguhnya rumah yang pertama
dibangun di muka bumi ini adalah di Makkah. (QS. Ali Imran: 96). Sekaligus
sebagai bantahan pada orang-orang Nasrani bahwa rumah yang pertama dibangun
adalah Baitul Maqdis.
Itu generasi pertama pembangunan Ka'bah, dan
dilanjutkan oleh generasi kedua yaitu Nabi Adam As setelah dia keluar dari
dalam surga, dan menetap di bumi melaksanakan tawaf, dan merenovasi bangunan
Ka'bah, memohon ampun kepada Allah SWT. Atas kekhilafan yang telah
dilakukannya. Beliaulah manusia pertama merenofasi bangunan Ka'bah dan tawaf
di Ka'bah Ibnu Abbas. (Ibid: 37). Generasi Ketiga dilanjutkan oleh putra Nabi
Adam Alaihissalam bernama Syis, setelah Nabi Adam As wafat. Bangunan ketika itu
terdiri dari tanah dan batu, dan bangunan tersebut dapat bertahan sampai Nabi
Nuh As, ketika Tsunami besar terjadi
pada masa Nabi Nuh As, Ka'bah roboh dan porak poranda sampai pada generasi
ketiga ini menurut ahli sejarah, tidak dijumpai keterangan di dalam Alquran dan
hadits-hadits Shahih, baru Pada generasi keempat yaitu generasi Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail As dicantumkan sejarahnya di dalam Alquran di antaranya ayat
127 surat Al-Baqarah seperti di bawah judul di atas. Ayat di atas menceritakan
generasia keempat merenovasi Ka'bah dengan meninggikan pondasi yang tertimbun
oleh banjir pada zaman Nabi Nuh As, setelah pembangunan Ka'bah diselesaikan
oleh Nabi Ibrahim dia berdo'a kepada Allah agar karyanya itu diterima oleh
Allah SWT. (Al-Baqarah 127).
Selanjutnya dilanjutkan oleh suku Amaliqah yang
berasal dari Yaman, hampir tidak ada perombakan pada bangunan Ka'bah, karena
suku Amaliqah ini hanya memperbaiki yang runtuh dan rusak saja. Sebab itu para
ahli sejarah ada yang mengatakan bukan termasuk membangun, akan tetapi pendapat
yang lebih meyakinkan, Amaliqah termasuk generasi kelima pembangunan Ka'bah.
Generasi keenam adalah suku Jurhum yang dipimpin oleh raja mereka yang bernama
Madhad bin Umar bin Haris bin Madhad bin Umar Al Jurhum. Mereka memperbaiki
bangunan yang roboh yang pernah diperbaiki oleh Amaliqah. Selanjutnya adalah
generasi ketujuh yaitu generasi Qushai bin Kilab dari Bani Kinanah. Beliau
adalah seorang raja yang ditaati oleh rakyatnya, pembangunan Ka'bah yang
dilakukan oleh Qusyai adalah perubahan pada dinding Ka'bah dan memberi atap
Ka'bah berupa pelepah-pelepah tamar. Generasi kedelapan adalah Abdul Muthalib
kakek Rasul Saw. dan generasi kesembilan adalah suku Quraisy. Diriwayatkan dari
Ali bin Abi Thalib, manakala Ka'bah terbakar pada masa Jahiliyah maka
orang-orang Quraisy merobohkannya agar dibangun kembali (Akbar Makkah : 173). Hingga
batas generasi Abdul Muthalib masih dapat dilacak: Kitab-kitab sejarah yang
menjelaskan sejarah Ka'bah yang mulia.
Selanjutnya generasi kesepuluh yaitu
cucu dari Khalifah Abu Bakar Sidik yang bernama Abdullah bin Zubair, putra Asma
binti Abu Bakar ra. Abdullah bin Jubir mempertinggi bangunan Ka'bah dari 9
hasta menjadi 27 hasta dan juga meninggikan pintu Ka'bah dan memberi atap
Ka'bah dengan rapi. Selanjutnya generasi kesebelas, pada masa khalifah Malik
bin Marwan yaitu pada tahun 74 H. dan generasi yang kedua belas di sempurnakan
oleh Sultan Murad Khan, raja Turki yang berkuasa pada ketika itu tahun 1040 H
ketika terjadi banjir besar di kota Makkah sehingga air masuk ke dalam bangunan
Ka'bah dan merobohkan bangunannya, dan dinding sebelah Barat dan Timur
Ka'bah roboh akibat banjir besar tersebut. Banjir tersebut bukan saja
merobohkan Ka’bah tapi memakan korban manusia dan ternak-ternak penduduk
Makkah. Maka setelah mengadakan musyawarah dengan para ulama Makkah, Sultan
Murad Khan mengambil keputusan untuk membangun dan memperbaiki Ka'bah dengan
biaya kekayaan yang ada di dalam Ka'bah, berupa emas, perak dan permata.
Sehingga jadilah bengunan yang ada seperti sekarang ini.
2. Hajar Aswad
Hajar Aswad adalah batu berwarna
hitam kemerah-merahan, terletak di sudut selatan, sebelah kiri pintu Ka’bah.
Ketinggiannya 1,10 meter dari permukaan tanah. Ia tertanam di bagian dalam
dinding Ka’bah yang mulia. Dulu diameter Hajar Aswad sekitar 30 centimeter.
Akibat berbagai peristiwa yang menimpanya sepanjang masa, kini Hajar Aswad
tersisa delapan butir batu kecil sebesar kurma yang dikelilingi oleh bingkai
perak.
Namun, tidak semua yang terdapat
di dalam bingkai adalah Hajar Aswad. Butiran Hajar Aswad tepat berada di tengah
dempulan dalam bingkai. Butiran inilah yang dicium dan disentuh oleh jamaah
haji.
Dari Hajar Aswad, thawaf dimulai dan diakhri. Oleh karena itu, ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa penentuan rukun ditinjau dari eksistensinya sebagai sudut terpenting di Baitullah, yaitu rukun sebelah timur, tempat dimulainya thawaf.
Dari Hajar Aswad, thawaf dimulai dan diakhri. Oleh karena itu, ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa penentuan rukun ditinjau dari eksistensinya sebagai sudut terpenting di Baitullah, yaitu rukun sebelah timur, tempat dimulainya thawaf.
Warna asal Hajar Aswad adalah
putih, tetapi bagian yang terlihat di permukaan kini berwarna hitam. Mungkin
perubahan tersebut disebabkan oleh kebakaran yang pernah terjadi di Ka’bah pada
masa kaum Quraiys. Kemudian kebakaran kedua yang terjadi pada era Ibnu
Az-Zubair yang mengakibatkan terpecahnya Hajar Aswad menjadi tiga pecahan. Saat
membangun kembali Ka’bah, Ibnu Az-Zubair pernah berusaha untuk menahannya
dengan perak.
Abdullah bin Abbas berkata, “Di
bumi ini tidak ada suatu benda dari surga selain Hajar Aswad dan batu Maqam
Ibrahim. Keduanya termasuk permata-permata surga. Seandainya tidak pernah
disentuh oleh orang musyrik, maka setiap orang cacat yang menyentuhnya, pasti
akan disembuhkan Allah.”
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, “Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim adalah dua permata yaqut dari surga yang telah dihapus oleh Allah cahayanya. Seandainya tidak demikian, pasti akan menerangi semua yang berada antara timur dan barat.” Iyadh berkata, “Hajar Aswad adalah batu yang dimaksud oleh Nabi saat beliau bersabda, ‘Sesungguhnya aku tahu ada sebuah batu yang dulu memberi salam kepadaku. Ia adalah permata yaqut berwarna putih, lebih putih daripada susu. Lalu Allah mengubahnya menjadi hitam akibat berbagai dosa anak Adam dan sentuhan orang-orang musyrik padanya.”
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, “Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim adalah dua permata yaqut dari surga yang telah dihapus oleh Allah cahayanya. Seandainya tidak demikian, pasti akan menerangi semua yang berada antara timur dan barat.” Iyadh berkata, “Hajar Aswad adalah batu yang dimaksud oleh Nabi saat beliau bersabda, ‘Sesungguhnya aku tahu ada sebuah batu yang dulu memberi salam kepadaku. Ia adalah permata yaqut berwarna putih, lebih putih daripada susu. Lalu Allah mengubahnya menjadi hitam akibat berbagai dosa anak Adam dan sentuhan orang-orang musyrik padanya.”
Batu ini selalu dihormati,
diagungkan, dan dimuliakan, baik pada masa jahiliyah maupun Islam. Orang-orang
mencari berkah padanya dan menciumnya. Hingga tibalah pada suatu ketika Makkah
dimasuki kaum Qaramithah secara paksa pada 317 H. Mereka merampas Makkah,
membantai para jamaah haji, menguasai Baitullah, mencabut Hajar Aswad, dan
membawanya ke negeri mereka di Kota Ahsa’ yang terletak di wilayah Bahrain.
Bajkam At-Turki, seorang penguasa
Baghdad, telah mendermakan ribuan dinar kepada mereka pada masa pemerintahan
Ar-Radhi Billah agar mereka bersedia mengembalikannya. Akan tetapi, mereka
tidak pernah melakukannya. Lalu, Abu Ali Umar bin Yahya Al-Alawai, seorang
khalifah yang taat pada Allah, tampil sebagai penengah pada 339 H. Akhirnya,
mereka pun bersedia untuk mengembalikannya. Mereka membawanya ke Kufah, lalu
menggantungkannya di tiang ketujuh Masjid Jami’. Setelah itu, mereka mengembalikannya
ke tempat semula. Mereka beralasan, “Kami telah mengambil berdasarkan perintah
dan mengembalikannya berdasarkan perintah pula.” Lama masa hilangnya sekitar 22
tahun.
3. Sumur Zam- Zam
Imam Bukhori meriwayatkan: "Nabi Ibrahim a'laihisalam membawa istri dan putranya Ismail yang masih menyusui ke Makkah kemudian singgah di bawah sebuah pohon tempat sumur zamzam sekarang ini.
Kala itu tidak seorang pun yang tinggal di Makkah, tidak pula terdapat mata air.
Sebagai bekal, Nabi Ibrahim meninggalkan wadah berisikan kurma dan satu lagi berisikan air. Nabi Ibrahim beranjak pergi meninggalkan istri dan putranya di tempat itu. Istrinya kemudian mengikuti seraya berkata: "Wahai Ibrahim ke mana engkau pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami di tempat yang tidak berpenghuni ini dan tak ada sesuatu pun?"
Berulang-ulang Siti Hajar memanggil Nabi Ibrahim dengan kata-kata tersebut. Nabi Ibrahim tidak menoleh. Istrinya lalu bertanya: "Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan hal ini?" "Ya," jawab Nabi Ibrahim. Mendengar jawaban itu, Siti Hajar berkata, "Kalau begitu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami." Ia kemudian kembali bersama putranya Ismail.
Nabi Ibrahim terus berjalan. Sampai di tempat yang bernama Tsaniah, ia menghadap ke arah Ka'bah (sekarang ini, dulu belum dibangun) kemudian berdoa seraya menengadahkan kedua tangannya dan memanjatkan doa. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat." (QS: Ibrahim 37).
Siti Hajar menyusui Nabi Ismail dan minum air yang ditinggalkan Nabi Ibrahim. Air itu habis, ia dan putranya merasa sangat haus dan dahaga. Nabi Ismail terus menangis. Tidak tega melihat putranya seperti itu, Siti Hajar pergi ke bukit Sofa.
Di bukit itu ia berdiri menghadap lembah, berharap melihat orang di sana. Ia kemudian turun dari bukit Sofa. Sampai di lembah, ia mengangkat ujung bajunya, kemudian berlari-lari seperti orang yang kelelahan sehingga sampai di bukit Marwa. Ia lalu melihat ke arah sekelilingnya, tapi tak seorang pun terlihat. Hal itu ia lakukan sampai 7 kali.
Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Itulah (asal mula) sa'i yang dilakukan sekarang antara Sofa dan Marwa. Ketika Siti Hajar kembali ke bukit Marwa, terdengarlah suara tanpa rupa, Siti Hajar berkata : "Berikanlah pertolongan kepadaku jika Engkau mempunyai kebaikan."
Tiba-tiba, ia melihat Malaikat Jibril berada di tempat sumur zamzam (sekarang ini). Dalam Hadis Sayyidina Ali ra yang diriwayatkan Imam Tobari dengan Sanad Hasan: "Malaikat Jibril memanggilnya, siapakah engkau?" Ia menjawab, "Aku adalah Hajar ibu Ismail."
"Kepada siapa engkau berdua dipasrahkan?" "Kepada Allah." Malaikat Jibril kemudian berkata: "Engkau berdua telah dipasrahkan pada Yang Maha Mencukupi."
Malaikat Jibril lalu mencari-mencari (menggali) dengan tumitnya dalam riwayat dengan sayapnya sehingga tampaklah air. Dalam riwayat Bukhori disebutkan, terpancarlah air. Siti Hajar tercengang melihat pancaran air itu, lalu membuatnya seperti telaga.
Malaikat Jibril berkata: "Biarkanlah sesungguhnya air itu rowaaun (banyak dan mengenyangkan). Siti Hajar kemudian minum dari air itu, susunya menjadi mengalir banyak. Malaikat Jibril berkata kepadanya: "Jangan takut akan terlantar, sesungguhnya di sinilah rumah Allah akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya, sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang dekat dengan-Nya."
Sekelompok orang-orang Jurhum dari Bani Qohton kemudian lewat. Mereka datang melewati jalan Kada' (nama tempat) lalu singgah di lembah Makkah bagian bawah. Mereka melihat burung-burung terbang berputar-putar tidak meninggalkan tempat itu.
Mereka berkata: "Sungguh burung-burung itu berputar-putar di atas air, padahal kita tahu di lembah ini sebelumnya tidak terdapat air." Mereka lalu mengutus seorang melihat ke tempat tersebut. Benar, di sana terdapat air. Mereka lalu datang ke tempat air itu dan melihat Siti Hajar berada di situ. Mereka berkata: "Apakah engkau mengizinkan kami tinggal di tempat ini?"
Siti Hajar menjawab: "Ya, tetapi kalian tidak berhak atas mata air ini (kecuali untuk kalian minum dan kebutuhan kalian saja). "Baiklah." Lembah Makkah yang asalnya tidak terdapat air tidak berpenghuni sehingga Allah menampakkan air zamzam. Setelah itu, kabilah Jurhum yang berasal dari Yaman ikut tinggal di lembah tersebut sehingga semakin lama semakin bertambah ramai.
Dari segi keutamaannya, sebagian ulama telah mengumpulkan berbagai fadilah dan keutamaan zamzam. Antara lain adalah air surga (maa'ul-jannah). Artinya, air yang penuh berkah dan manfaat, seperti air surga. Nikmat Allah, yakni salah satu nikmat Allah bagi para jamaah haji yang langsung bisa merasakan nikmatnya air di tengah-tengah padang pasir. Penuh berkah karena Rasulullah SAW senang meminumnya dan tangannya yang penuh berkah pernah dicelupkan ke sumur zamzam. Air ini juga mengenyangkan serta menghilangkan dahaga. Dapat juga digunakan sebagai air penyembuh penyakit, baik penyakit jiwa atau batin maupun penyakit jasmani. Rasulullah SAW menyebutnya, "mengobati penyakit." Banyak kisah dan riwayat tentang hal ini sebagai bukti kebenaran hadis tersebut
4. The Most Tallest Clock Tower in Maccah
Yang ini gak usah di di jelaskan panjang lebar deh, biar gambar- gambar nya aja yang mewakili kemegahan jam dinding tertinggi di dunia ini sekaligus mengalahkan The Big Ben di Inggris yang dahulunya merupakan Menara jam tertinggi di dunia. Menara Jam Mekkah ini sendiri menghabiskan biaya sekitar US$ 30 Juta, atau setara dengan hampir 30 Triliun Rupiah. Mau lihat Menara Jam nya? ini dia..